Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dame

Thursday, July 3, 2008 | 10:48 AM WIB Last Updated 2009-09-02T17:57:14Z
Kalau kita sudah sepakat berdamai, kenapa senjata harus kembali menyalak. Jika kita sudah sepakat berdamai, kenapa dendam masih kita pelihara? Jika kita sepakat untuk berdamai, kenapa harus ada masyarakat yang terluka tertembak?


Pertanyaan itu muncul tiba-tiba saja, saat membaca Harian Aceh kemarin yang melansir berita penembakan seorang buruh tani, Sayuti. Menurut keterangan aparat, Sayuti ditembak karena AKAN mencuri besi milik Exxon mobil. Kata AKAN sengaja saya tulis dengan huruf besar, karena saya tahu kata-kata AKAN sering menunjukkan keinginan. Kata AKAN berarti, belum melakukan, masih dalam tahap berniat.

Jika boleh sok alim, Malaikat saja belum mau mencatat perbuatan buruk/jahat seorang hamba, sebelum dia melakukannya. Lalu, kenapa seorang oknum Brimob harus memuntahkan timah panas ke tubuh Sayuti, jika dia baru berniat mencuri besi Exxon mobil?

Bukankah Aceh sudah damai? Jika apa yang masih diniatkan Sayuti suatu kesalahan atau pelanggaran, kan bisa ditangkap? Apalagi, hukum di tangan Polri sekarang. Ataukah, Aceh sudah benar-benar menjadi negeri para mafia, di mana segala sesuatu menjadi beres ketika senjata menyalak?

Atau jangan-jangan kita sudah bersepakat merusak perdamaian? Karena perdamaian ternyata tidak memberi harapan apapun. Apalagi, kasus kriminal hanya bisa dilakukan secara sembunyi-sembunyi? Sementara jika tak ada perdamaian, aksi kriminal bisa dilakukan secara terang-terangan?

Jika benar kita sepakat merusak perdamaian, tak ada salahnya mendukung usulan Bupati Benar Meriah, Ir Tagore yang meminta pemerintah pusat melakukan operasi pemulihan keamanan di Aceh. (HA, 3/7). Tapi, jika kita masih berharap Aceh damai, ayo katakan: Ir Tagore salah jeb ubat! (HA 040708)
×
Berita Terbaru Update